Rhintis merupakan radang selaput
lendir hidung yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh
reaksi hipersensitifitas tipe-1
Berdasarkan penyebab Rhinitis
terbagi kedalam 2 golongan :
1 . Rhinitis alergi :
Yaitu rhinitis yang terjadi
akibat adanya alergen yang terhirup oleh hidung
2 Rhinitis non – alergi :
Yaitu rhinitis yang disebabkan
oleh faktor – faktor tertentu
·
Rhinitis vasomotor : Idiopatik ; Sensitif
terhadap fumes, odors, temperature & perubahan atmosfer, iritasi
·
Rhinitis medicamentosa
·
Rhinitis struktural : abnormalitas struktural
Penyebabnya :
Klasifikasi Rhinits alergi :
SAR : Seasonal Allergic Rhinitis
:
Terjadi pada waktu yang sama
setiap tahunnya .Contoh : musim bunga sehingga banyak serbuk sarai yang
berterbangan dengan gejala bersin, hidung berair, mata berair dan basah
PAR Parrenial Allergic Rhinitis :
Terjadi setiap saat dalam setahun Contoh : debu, animal dander, jamur, kecoa
dengan gejala hidung tersumbat dan terjadi post nasal drip
Occupational Allergic Rhinitis :
Terkait dengan pekerjaan [6]
Klasifikasi rhinitis menurut ARIA
2001
Sign & Symptoms
- · Bersin berulangkali
- · Rhinorrhea (Hidung berair)
- · Tenggorakan, hidung kerongkongan gatal
- · Mata merah, gatal, berair
- · Post -nasal drip (Terasa seperti ada yang tertelan pada pagi hari)
[3]
PATOFISIOLOGI DAN
PATOGENESIS
Alergen yang menempel pada mukosa
hidung untuk pertama kali, terhirup bersama inhalasi udara nafas. Alergen yang
terdeposit oleh makrofag atau sel dendrit yang berfungsi sebagai fagosit dan
sel penyaji antigen (Antigen
Presenting Cell atau APC)
diproses menjadi peptida pendek yang nantinya akan berikatan dengan molekul HLA
(Human Leucocyte Antigen) kelas
II membentuk kompleks MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II yang kemudian dipresentasikan pada
sel Th0 (T helper 0).
Kemudian sel tersebut akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Pada kondisi normal, yang terbentuk
cenderung Th1, yang nantinya akan membentuk IgG yang menyebabkan terjadinya
proses inflamasi yang normal tanpa terjadinya pengeluaran eosinofil .
Sedangkan pada reaksi alergi
terjadi pembentukan Th2 yang berlebih . Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil
(sel mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulisasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Performed Mediator)
terutama histamin. Selain histamin dilepaskan juga Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2),
leukotrien D4 (LTD4), leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. Inilah
yang disebut reaksi alergi fase cepat.
Histamin yang dilepaskan akan
merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa
gatal pada hidung dan bersin-bersin. Selain itu histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet akan mengalami hipersekresi dan permeabilitas
kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain seperti hidung tersumbat
akibat vasodilatasi sinusoid .
Pada RAFC, sel mastosit juga akan
melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan
neutrofil di jaringan target. Respon ini akan berlanjut, dan mencapai puncaknya
6-8 jam setelah pemaparan
Pada RAFL ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil
dan mastosit serta peningkatan berbagai sitokin pada sekret hidung. Timbulnya
gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil
dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP) dan lain-lain. Pada fase ini,
selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi. [2]
Penegakan diagnosis :
- Skin prick test/RAST (Radioallergosorbent test) dengan cara menyuntikan ekstrak alergen secara subkutan untuk melihat ada atau tidaknya reaksi pada alergen yang bersangkutan
- Ig E serum total Pada penderita rhinitis alergi akan terjadi peningkatan kadar IgE meskipun pada penderita yang memiliki IgE normal tidak dapat kita singkirkan terhadap rhinits alergi
- Nasal challenge tes
- Foto polos sinus paranasal
[6]
Tatalaksana :
RHINOSINUSITIS
Secara klinis sinus paranasal
terbagi kedalam 2 kelompok yaitu :
Ø Anterior
: sinus frontal, sinus maksila, sel –sel anterior sinus etmoid yang semuanya
bermuara ke konka media dibawah infundibulum
Ø Posterior
: sel – sel posterior sinus etmoid, sinus sfenoid yang keduanya bermuara pada
bagian atas konka media
Sinus paranasal sendiri memiliki
fungsi sebagai resonansi udara, humidifikasi udara, dan untuk meringankan
kepala .
Pada anak yang lebih muda,
rhinosinusitis terjadi lebih banyak pada bagian sinus etmoid dan sinus maksila
. Sedangkan pada anak yang lebih tua, rhinosinusitis lebih sering terjadi pada
sinus sfenoid dan sinus frontalis .
[4]
Contoh kelainan yang sinus yang
terjadi pada sinus maxilaris :
[5]
Pada rhinosinusitis terjadi kelainan
pada daerah Kompleks osteomeatal (KOM) yang terletak didalam meatus medius
(tanda panah biru) . Kompleks ini dibentuk oleh infundibulum etmoid, resesus
frontal, prosessus unsinatus, dan hiatus seminularis .
Pada keadaan normal, pergerakan
metakronus mukosa normal mengarah ke ostium alamiah sinus , tetapi kearah
nasofaring dapat terhalang inflamasi mukosa
Pada anak, rhinosinusitis terjadi
akibat perubahan etmoid anterior yang menganggu
aliran KOM sehngga terjadilah sinusitis maksila dan frontal .
[4]
- Faoud t. Ishmael . The Inflammatory Response in the Pathogenesis of asthma . JAOA . November 2011
- Huriyati E . Al Hafiz . Diagnosis dan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi yang disertai Asma Bronkial . Bagian Ilmu kesehatan THT Bedah kepala dan tenggorok FK UNAND .
- Ikawati Z . Rhinitis alergi lecture note . 11 . 2009
- Higler AB . Boies Buku aja penyakit THT . Edisi 6 . Penerbit Buku Kedokteran EGC . 1997
- Piccirillo JF . Acute Bacterial Sinusitis . New England Journal Medicine . August 26 . 2004