Senin, 27 Januari 2014

Rhinitis Allergy

RHINITIS

Rhintis merupakan radang selaput lendir hidung yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas tipe-1

Berdasarkan penyebab Rhinitis terbagi kedalam 2 golongan :

1 . Rhinitis alergi :
Yaitu rhinitis yang terjadi akibat adanya alergen yang terhirup oleh hidung

2 Rhinitis non – alergi :
Yaitu rhinitis yang disebabkan oleh faktor – faktor tertentu
·         Rhinitis vasomotor : Idiopatik ; Sensitif terhadap fumes, odors, temperature & perubahan atmosfer, iritasi
·         Rhinitis medicamentosa
·         Rhinitis struktural : abnormalitas struktural
Penyebabnya :



Klasifikasi Rhinits alergi :

SAR : Seasonal Allergic Rhinitis :
Terjadi pada waktu yang sama setiap tahunnya .Contoh : musim bunga sehingga banyak serbuk sarai yang berterbangan dengan gejala bersin, hidung berair, mata berair dan basah

PAR Parrenial Allergic Rhinitis : Terjadi setiap saat dalam setahun Contoh : debu, animal dander, jamur, kecoa dengan gejala hidung tersumbat dan terjadi post nasal drip

Occupational Allergic Rhinitis : Terkait dengan pekerjaan [6]


Klasifikasi rhinitis menurut ARIA 2001
















Sign & Symptoms


















  • ·         Bersin berulangkali
  • ·         Rhinorrhea (Hidung berair)
  • ·         Tenggorakan, hidung kerongkongan gatal
  • ·         Mata merah, gatal, berair
  • ·         Post -nasal drip (Terasa seperti ada yang tertelan pada pagi hari)
[3]


PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


[1]

Alergen yang menempel pada mukosa hidung untuk pertama kali, terhirup bersama inhalasi udara nafas. Alergen yang terdeposit oleh makrofag atau sel dendrit yang berfungsi sebagai fagosit dan sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell atau APC) diproses menjadi peptida pendek yang nantinya akan berikatan dengan molekul HLA (Human Leucocyte Antigen) kelas II membentuk kompleks MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II yang kemudian dipresentasikan pada sel Th0 (T helper 0).
Kemudian sel tersebut akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Pada kondisi normal, yang terbentuk cenderung Th1, yang nantinya akan membentuk IgG yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang normal tanpa terjadinya pengeluaran eosinofil .
Sedangkan pada reaksi alergi terjadi pembentukan Th2 yang berlebih . Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulisasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediator) terutama histamin. Selain histamin dilepaskan juga Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LTD4), leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. Inilah yang disebut reaksi alergi fase cepat.
Histamin yang dilepaskan akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Selain itu histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet akan mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain seperti hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid .
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan neutrofil di jaringan target. Respon ini akan berlanjut, dan mencapai puncaknya 6-8 jam setelah pemaparan
Pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil dan mastosit serta peningkatan berbagai sitokin pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP) dan lain-lain. Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi. [2]


Penegakan diagnosis :

  1. Skin prick test/RAST (Radioallergosorbent test) dengan cara menyuntikan ekstrak alergen secara subkutan untuk melihat ada atau tidaknya reaksi pada alergen yang bersangkutan
  2.  Ig E serum total Pada penderita rhinitis alergi akan terjadi peningkatan kadar IgE meskipun pada penderita yang memiliki IgE normal tidak dapat kita singkirkan terhadap rhinits alergi
  3. Nasal challenge tes
  4.  Foto polos sinus paranasal


[6]

Tatalaksana :





RHINOSINUSITIS
Secara klinis sinus paranasal terbagi kedalam 2 kelompok yaitu :

Ø  Anterior : sinus frontal, sinus maksila, sel –sel anterior sinus etmoid yang semuanya bermuara ke konka media dibawah infundibulum

Ø  Posterior : sel – sel posterior sinus etmoid, sinus sfenoid yang keduanya bermuara pada bagian atas konka media

Sinus paranasal sendiri memiliki fungsi sebagai resonansi udara, humidifikasi udara, dan untuk meringankan kepala .
Pada anak yang lebih muda, rhinosinusitis terjadi lebih banyak pada bagian sinus etmoid dan sinus maksila . Sedangkan pada anak yang lebih tua, rhinosinusitis lebih sering terjadi pada sinus sfenoid dan sinus frontalis .

[4]

Contoh kelainan yang sinus yang terjadi pada sinus maxilaris :




[5]

Pada rhinosinusitis terjadi kelainan pada daerah Kompleks osteomeatal (KOM) yang terletak didalam meatus medius (tanda panah biru) . Kompleks ini dibentuk oleh infundibulum etmoid, resesus frontal, prosessus unsinatus, dan hiatus seminularis .
Pada keadaan normal, pergerakan metakronus mukosa normal mengarah ke ostium alamiah sinus , tetapi kearah nasofaring dapat terhalang inflamasi mukosa
Pada anak, rhinosinusitis terjadi akibat perubahan etmoid anterior yang menganggu  aliran KOM sehngga terjadilah sinusitis maksila dan frontal .
[4]
















 Referensi :

  1. Faoud t. Ishmael . The Inflammatory Response in the Pathogenesis of asthma . JAOA . November 2011
  2. Huriyati E . Al Hafiz . Diagnosis dan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi yang disertai Asma Bronkial . Bagian Ilmu kesehatan THT Bedah kepala dan tenggorok FK UNAND .
  3.  Ikawati Z . Rhinitis alergi lecture note . 11 . 2009
  4.  Higler AB . Boies Buku aja penyakit THT . Edisi 6 . Penerbit  Buku Kedokteran EGC . 1997
  5.  Piccirillo JF . Acute Bacterial Sinusitis . New England Journal Medicine . August 26 . 2004